Minggu, 10 Juli 2011

reepost pemeriksaan in absentia pada sidang tipikor

Peradilan In Absentia
01 Jul

i
1 Votes

Quantcast

Peradilan pidana secara in absentia adalah mengadili sorang terdakwatanpa dihadiri oleh terdakwa sendiri sejak mulai pemeriksaan sampai dijatuhkannya hukuman oleh pengadilan. Salah satu prinsip pemeriksaan terdakwa dalam peradilan pidana menurut Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) meengharuskan penuntut umum “menghadirkan” terdakwa di depan sidang pengadilan secara bebas dan juga terdakwa tidak dapat diperiksa secara pengadilan in absentia. Artinya, Seorang terdakwa yang dihadapkan ke sidang pengadilan harus dalam keadaan bebas dan merdeka artinya tidak dalam keadaan terbelenggu baik jasmani maupun rohaninya. Namun secara khusus, tindak pidana korupsi dapat dibenarkan menurut undang-undang untuk diperikasa secara in absentia.
Pengadilan in absentia adalah upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa kehadiran terdakwa. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Indonesia, hal ini tidak diatur secara jelas, kecuali di dalam :

Pasal 196 KUHAP :
1) Pengadilan memutus perkara dengan hadirnya terdakwa kecuali dalam hal undang-undang ini menentukan lain.
2) Dalam hal terdapat Iebih dari seorang terdakwa dalam satu perkara, putusan dapat diucapkan dengan hadirnya terdakwa yang ada.

dan Pasal 214 KUHAP :
1) Jika terdakwa atau wakilnya tidak hadir di sidang, pemeriksaan perkara dilanjutkan.
2) Dalam hal putusan diucapkan di luar hadirnya terdakwa, surat amar putusan segera disampaikan kepada terpidana.
3) Bukti bahwa surat amar putusan telah disampaikan oleh penyidik kepada terpidana, diserahkan kepada panitera untuk dicatat dalam buku register.
4) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat mengajukan perlawanan
5) Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu.

Secara eksplisit pasal 196 KUHAP dan Pasal 214 KUHAP ini mengandung pengaturan terbatas mengenai tidak hadirnya terdakwa dalam persidangan. Namun, peradilan in absentia harus memenuhi beberapa unsur, antara lain; karena terdakwa tinggal atau pergi keluar negeri. Selain itu, adanya usaha pembangkangan dari terdakwa dengan contoh melarikan diri. Dan, terdakwa tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang jelas walaupun telah dipanggil secara sah (pasal 38 UU RI No 31 Tahun 1999).

Pasal 38 UU No 31 Tahun 1999 :
1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.
2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.
3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya.

Menurut teori pembuktian yang berdasarkan undang-undang secara negatif (negatif wettelijke bewijst theories). Pemidanaan didasarkan kepada pembuktian yang berganda (dubbleen grondsIag) yaitu peraturan undang-undang dan pada keyakinan hakim, dan menurut undang undang, dasar keyakinan hakim itu bersumberkan pada peraturan undang-undang.
Berdasarkan teori ini maka ada timbul pertanyaan besar yaitu bagaimanakah hakim mendapatkan keyakinan memutus seseorang bersalah atau tidak tanpa kehadiran tcrdakwa di persidangan (in absentia) ? Jawabannya adalah maka kembali lagi kepada tugas dari pada penuntut umum yang harus membuktikan terdakwa itu bersalah, karena beban pembuktian berada di penuntut umum. Memanng ada asas pembuktian terbalik oleh terdakwa, tetapi dalam pengadilan in absentia, beban pembuktian berada pada penuntut umum.

NB : untuk gugatan/perkara perdata dan tata usaha negara tidak mengenal sidang in absentia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar